Langsung ke konten utama

3 Jenis & Tingkatan Nafsu Manusia dan Ciri-ciri Orangnya

 

Dalam Al Quran digambarkan ada 3 jenis sekaligus tingkatan nafsu manusia. Setiap jenis atau tingkatan tersebut punya ciri yang berbeda pada sikap dan prilaku orangnya.

Pertama Nafsu Ammaroh

Nafsu ammaroh maksudnya bukan nafsu untuk marah. Tapi adalah, nafsu yang bergejolak seperti api. Meledak-ledak. Dan tentu nafsu jenis ini bersifat destruktif. Nafsu yang gelap, buta, liar dan ganas. Intinya nafsu amaroh ini benar benar merusak dan membinasakan. Baik merusak diri sendiri maupun orang lain.  

"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Yusuf : 53)

Semua karakter atau sifat buruk, ada pada nafsu ammaroh ini: Ambisius, rakus, iri, dengki, hasut, licik, boros, pamer, egois, temperamental,
merasa benar,  pantang kalah, keras kepala dan sejenisnya. Tapi orang yang dihinggapi nafsu amaroh ini, biasanya tidak sadar bahwa dirinya demikian. Ketika diberi tahu atau dinasehati, dia akan menolak bahkan membantah. Lalu sakit hati, berbalik memarahi bahkan memusuhi orang lain. Itu disebabkan karena mata hati orang dengan nafsu ini dalam keadaan buta dan tuli. Dirinya tidak pernah merasa salah. Yang salah adalah orang lain dan situasi.

Karena itulah orang yang mengidap nafsu ini tidak bisa ditolong. Karena orangnya pekat dengan kezalimannya. Karakternya persis seperti Iblis. Pada dirinya bersarang kental sifat-sifat Setan. Dirinya selalu merasa benar. Akibatnya jadi terdinding dari kebenaran. Hatinya tak kan bisa beriman apalagi terhubung dengan Tuhan. Walaupun bibirnya mengucap nama Tuhan dan tubuh zahirnya tampak beribadah, tapi hatinya, sama sekali tak tersentuh oleh apa yang diucapkan dan dilakukannya.

Kedua Nafsu Lawamah

Nafsu lawamah adalah nafsu separoh matang. Disebut separoh matang, karena pada diri orangnya masih bercampur sifat sifat buruk dengan sifat-sifat baik. Misalnya dirinya mudah sakit hati tapi sekaligus sesudahnya juga bisa menyadarinya. Dirinya masih sering marah-marah tapi sesudahnya juga bisa merasa bersalah dan minta maaf pada orang lain. Dirinya masih sering terpeleset berbuat maksiat tapi sesudahnya juga bisa menyadarinya.

Intinya nafu lawamah ini adalah nafsu transisi. Nafsu yang sudah mulai jinak. Nafsu yang setingkat lebih baik dari nafsu ammaroh. Dia sadar setiap dia berbuat kesalahan, tapi belum bisa lepas dari kesalahan itu secara permanen. Masih sering jatuh bangun. Karena itulah karakter khas dari orang dengan nafsu ini adalah, sering menyesali diri. Sering merasa bersalah. Sering bertobat. Seting minta ampun sekaligus minta pertolongan pada Tuhan. Karena dirinya selalu terombang ambing dalam ketidakstabilan. Selalu ingin bangkit untuk berubah tapi seakan tak punya kekuatan untuk menggapainya. Karena itu bisa juga disebut nafsu lawamah ini adalah nafsu dalam fase pendakian. Nafsu dalam fase perjuangan yang sangat berdarah-darah.

"Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri)," (QS. Al-Qiyamah: 2).

Ketiga Nafsu Mutmainnah

Nafsu mutmainnah adalah nafsu yang sudah jinak. Nafsu yang sudah tenang damai. Pada diri orangnya sudah tidak ada lagi sifat-sifat buruk. Bahkan dirinya sudah bebas lepas dari sikap-sikap ekstrem seperti terlalu suka dan terlalu benci. Sebabnya karena dirinya sudah bisa menerima kenyataan sebagaimana adanya dengan tulus. Sudah bisa menerima apapun yang ditakdirkan Tuhan untuk dirinya dan apapun disekitarnya.

Orang dengan nafsu mutmainnah, tidak lagi punya ambisi apapun dalam hidupnya. Kaya miskin, sehat sakit dan susah senang, sama saja baginya. Karena dirinya tidak ditarik-tarik lagi oleh hawa nafsunya. Justru nafsunya sudah berhasil ditundukkan pada kecondongan hatinya pada kebaikan. Nafsunya sudah tunduk pada rohaninya, yaitu hanya untuk beriman dan mengabdi pada Tuhan. Meskipun dirinya secara zahir dalam keadaan kaya, miskin, sehat, sakit, susah dan senang, tapi hatinya tak lagi dicemari oleh semua itu. Hatinya hanya condong, rindu dan asyik masyuk dengan Tuhannya.  

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama´ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku," (QS. Al-Fajr 27 - 30).

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ciri-ciri Orang yang Menipu Tuhan

Tidak semua orang yang rajin beribadah itu adalah orang yang beriman pada Tuhan. Umumnya mereka adalah orang yang menipu Allah. Mereka melakukan semua itu hanya untuk bersiul dan membanggakan diri. Mereka menggunakan ibadah itu sebagai perhiasan dirinya di hadapan orang lain. Sedang hatinya, buta dan tuli terhadap Allah. Termasuk tidak semua yang berbicara tentang Tuhan dan agama Allah itu adalah orang yang beriman pada Tuhannya. Umumnya mereka juga menggunakan hal itu sebagai hiasan dirinya dihadapan orang lain. Mereka gunakan itu untuk saling berbantah-bantah. Atau untuk saling bermegah-megah diri dengan sedikit ilmu yang mereka dapatkan. Mereka yang demikian adalah orang-orang yang berdusta. Mereka sibuk mengejar kemegahan dunia dengan menjual agama Allah. Tidak ada yang bersamayam di hati mereka kecuali hanya mabuk mengejar kemegahan duniawinya. Atau untuk memuaskan selera hawa nafsunya. Begitu juga dengan mereka yang melarikan diri pada Allah karena tak tahan menerima kepe...

Mesin Produksi dan Cara Kerja Riya (Gila Pamer) dalam Diri Kita

Jika hati kita memang condong pada pencitraan diri, maka basa basi, kepura-puraan, kemunafikan dan sejenisnya akan otomatis menjadi pakaian kepribadian kita. Mau dipoles, dibelokkan dan ditutup dengan cara apapun, isinya akan tetap sama. Tak kan beranjak dari dusta. Dan itu termasuk salah satu jenis penyakit hati, yaitu ambisi untuk bermegah-megah diri dan riya atau gila pamer.

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...