Langsung ke konten utama

Bahaya Terlalu Cinta dan Terlalu Benci Isteri terhadap Iman

Terlalu cinta dan terlalu benci pada isteri, status dan bahayanya sama. Sama-sama akan jadi tabir antara seorang suami dengan Tuhannya. Karena yang ada di hatinya melulu hanya isterinya. Bukan Tuhan.

Terlalu cinta dengan isteri, hati seorang suami akan menghamba pada isterinya. Sedang terlalu benci pada isteri, seorang suami akan sibuk memikirkan kelakuan isterinya tiada henti. Keduanya sama sama produk hawa nafsu. Sama-sama berhajat pada mahkluk. Sama-sama berharap respon dari mahkluk.  

Yang akan menyelamatkan, adalah ketika isteri tak lagi terbetik di hati seorang suami. Lalu berganti dengan hanya sibuk memikirkan dan merindukan Tuhan. Walaupun tubuhnya secara zahir, tetap bersama isterinya. Dan walaupun kepeduliannya secara tanggung jawab, tetap terjadi pada isterinya. Tapi yang dituju, yang dipuja dan yang dielu-elukan hatinya, hanya Tuhan.  

Lalu apakah itu mudah?
Sangat tidak mudah dan sekaligus juga sangat mudah. Tergantung.

Karena yang bisa membuat itu terjadi, hanya ketika seorang suami dapat warid atau petunjuk dari Tuhan. Ketika Tuhan memang menarik hatinya untuk kembali pada Tuhan. Ketika Tuhan sendiri yang menyulap hatinya.

Jika itu yang terjadi maka hatinya akan berpaling dengan sendirinya pada Tuhan tanpa dapat dia bendung. Apapun kelakuan isterinya, tak kan berpengaruh lagi pada dirinya. Dia tidak akan terpesona dan terdaya sekaligus juga tak akan membenci isterinya lagi. Ibarat madu, saripati manisnya isteri itu sudah hilang. Rasanya sudah tawar bahkan bisa hambar. Dan ibarat sebuah belati, mata pisau isterinya, sudah tak bisa menyayat dirinya lagi. Tak kan bisa lagi melukai hatinya lagi. Chemistry dan kekuatan isteri itu, sudah tak ada lagi di hatinya. Keberadaannya tak memberi bekas lagi terhadap dirinya. 

Tapi jika tidak, atau tanpa pertolongan dari Tuhan, maka mau sekuat apapun seorang suami berjuang untuk itu, tak kan pernah bisa terjadi. Karena secara hakikatnya, manusia itu tak punya kekuatan apapun untuk dirinya sendiri. Dia tidak bisa membuat mudhorat dan sekaligus memberi manfaat untuk dirinya sendiri. Hanya kehendak Tuhan yang bisa membuat hal itu terjadi.  Termasuk untuk bisa lepas hatinya dari perbudakan mental karena terlalu cinta pada isterinya, atau sibuk memikirkan kelakuan isterinya hingga dia sendiri jadi tersiksa. Hanya Tuhan yang bisa membebaskannya dari kedua perangkap itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Arti Dibalik Isteri Selalu Ketus, Kasar, Marah-marah dan Tak Peduli Perasaan Suami

Bila isteri wataknya sudah berubah menjadi temperamen, sering marah-marah pada kita dan siapapun, mau ada sebab yang jelas atau tidak, ekspresi mukanya tak lagi sejuk pada kita, mulutnya sering ketus, kasar tanpa pernah lembut atau sentuhan perasaan lagi, maka sadarilah, itu tandanya masa expire   hatinya untuk kita sudah tiba.   Mau dia kita nasehati, kita sindir, kita ngambeg, kita diam, apalagi kita marahi, pengaruhnya tak kan ada. Jangankan dia akan menangis, yang terjadi malah dia akan berbalik menerkam kita. Termasuk jika dia kita ancam dengan perceraian pun, air mata cemas dan sedihnya juga tak kan keluar. Paling tinggi yang keluar hanya air mata buayanya. Singkatnya apapun usaha yang kita lakukan, akan percuma. Nasib kita sama dengan meninju tembok. Semakin kita bernafsu untuk memukulnya, maka kita yang akan semakin terluka dan bernanah. Atau seperti Punguk merindukan Bulan. Mau menghiba-hiba hingga menangis darah pun, dia tetap tak kan peduli apalagi berubah. ...