Langsung ke konten utama

Titik Lemah Suami dan Andalan Isteri untuk Menyiksa Suami

Sebenarnya ada banyak titik lemah suami yang bisa jadi andalan isteri untuk meremehkan dan melumpuhkan suaminya. Tapi 2 hal yang paling lazim adalah, kebangkrutan finansial dan syahwat suami pada isterinya. Tapi diantara kedua hal itu yang paling sensitif dan empuk bagi isteri untuk menyiksa suaminya adalah, hasrat seksual suaminya.

Selagi seorang suami begitu berhasrat secara seksual pada isterinya, maka selama itulah seorang suami tak kan bisa lepas dari azab isterinya. Dia akan bagaikan anak kecil yang meronta-ronta minta permen pada isterinya. Sehebat dan secanggih apapun seorang suami menguatkan dirinya dengan berbagai cara, agar tidak diperlakukan semena-mena oleh isterinya, akhirnya akan tetap runtuh bila libidonya telah bergejolak ingin dilayani.

Bukankah suami yang seperti itu adalah dambaan seorang isteri? Dimana suaminya itu begitu tergila-gila secara seksual terhadap dirinya? Sehingga syahwatnya tak kan berpaling pada wanita lain?

Iya, jika seorang isteri masih mencintai suaminya. Iya bila hati seorang isteri, masih utuh pada suaminya. Tapi jika tidak, apalagi sudah tak cinta sama sekali, maka hal itu justru menjadi andalan bagi seorang istri untuk merajam suaminya secara psikologis. Itu akan membuat dia merasa diatas angin. Lalu menggunakan itu sebagai senjata perbudakan secara mental.

Karena itulah jalan satu-satunya untuk bisa lepas dari perbudakan isteri seperti itu adalah, padamnya nafsu syahwat suami terhadap isterinya. Benar benar tidak berselera lagi pada isterinya secara seksual.

Tapi itulah yang maha sulit.
Karena secara biologis, itu adalah insting alami seorang laki-laki normal. Kebutuhan badani yang tak bisa dibuang.

Lalu adakah jalan keluarnya?

Berdasarkan pengalaman saya, tak ada kecuali jika mendapat pertolongan dari Tuhan. Ketika Tuhan sendiri yang membuat seorang suami jadi tak berselera lagi terhadap isterinya. Karena bagi Tuhan, apapun tak ada yang mustahil. Dengan catatan, jika Tuhan menghendaki kita seperti itu. Jika Tuhan ingin menyelamatkan kita, apapun bisa terjadi dengan mudah untuk kita. Tuhan yang mentakdirkannya.

Jika itu yang terjadi, maka kita tak butuh trik dan jurus apapun. Langsung terjadi begitu saja. Tapi jika Tuhan tidak menolong kita, maka kita akan tetap tersiksa tanpa berkesudahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Bahaya Ingin Cepat Makrifat: Masuk Perangkap Setan!

Makrifat maksudnya tentu saja makrifatullah. Mengenal Allah. Mengenal maksudnya bukan hanya tahu secara teori (ilmul yaqin). Tapi memang sudah merasakan kehadiran (hudur) Tuhan dalam hati. Sudah menjadi pengalaman yang menyelimuti diri (haqqul yakin). Yang pertama itu disebut sebagai teori tentang makrifat. Sedang yang kedua adalah pengalaman makrifat. Kalau hanya sekedar makrifat secara teori, itu baru sekedar informasi biasa. Ibaratnya persis seperti kita berpikir, bercerita dan membayangkan tentang sentrum arus listrik. Tapi kita sendiri belum pernah kena sentrumnya. Tapi jika makrifat itu sudah menjadi pengalaman, ibaratnya sama dengan orang yang sudah kena sentrum langsung oleh arus listrik. Sekujur tubuhnya akan geger. Mukanya pucat, jantungnya berguncang hebat dan kesadarannya akan remuk dalam seketika. Dia mendadak jadi blank. Hilang kesadaran. Menjadi fana dalam sekejap. Setelah siuman dan sadar, dia akan jadi melongo. Terdiam sambil geleng-geleng: “Benar benar mengerika...