Langsung ke konten utama

Tak Ada Guna Hafal Al Quran dan Hadits Jika ...

 

Dulu, bahkan sudah lama sekali, saya berpikir jika saya hafal Al Quran dan Hadits Nabi, tentu iman saya akan semakin pekat. Hati saya akan wushul dengan Tuhan. Akan benar benar merasa terhubung dengan Tuhan. Tuhan akan terasa benar benar hadir di hati ini.

Tapi setelah beberapa bulan ini saya mulai banyak hafal terjemahan ayat dalam Al Quran dan juga Hadist, ternyata anggapan saya keliru. Sama sekali itu tidak menjamin secara otomatis rasa iman di hati saya jadi bertambah. Apalagi menjadi rindu dan intim dengan Tuhan. Yang bertambah hanya hafalan saya. Yang bertambah hanya koleksi pengetahuan saya tentang firman Tuhan dan sunnah Nabi. Tak ada bedanya dengan hafal ini itu yang tak ada hubungannya dengan Tuhan dan agama. Hanya sekedar teori. Kebetulan teorinya tentang Tuhan dan agama.

Disitu saya menyadari,
Iman yang menggetarkan dalam hati, tak ada hubungannya dengan apa yang saya tahu dan saya hafal. Bahkan juga dengan apapun yang saya lakukan. Tapi sangat bergantung pada warid yang diberikan Tuhan pada saya. Warid maksud saya, nur yang dipancarkan Tuhan kedalam hati saya. Istilah umum yang digunakan, hidayah. Ketika hati ini ditarik oleh Tuhan pada DiriNya.  Ketika Tuhan sendiri yang memperkenalkan DiriNya pada saya.

Jika itu yang terjadi,
Baru diri ini jadi meleleh. Baru rasa iman itu menjadi ada. Baru rasanya benar benar menggetarkan di hati ini. Dan setiap itu terjadi, mata ini langsung berlinang. Tubuh ini serasa dialiri oleh sengatan yang saya tak mengerti. Tapi rasanya lezat tiada terkira.  Efeknya jadi timbul niat untuk hidup di jalan Tuhan. Demi Tuhan dan hanya untuk Tuhan. Lalu apapun selain Tuhan, menjadi terasa hambar di hati ini. Satu demi satu jadi tak berselera lagi.

Karena itulah anggapan saya selama ini jadi berubah,  bahwa iman itu bukanlah sebuah hasil pencapaian. Tapi adalah hasil pemberian dari Tuhan. Makanya siapapun yang mendapatkannya, termasuk orang yang beruntung. Beruntung karena mendapatkan rahmat yang sangat berharga dari Tuhan.

Tapi siapa saja yang akan diberi Tuhan rasa iman itu?

Itu rahasia Tuhan. Siapapun tak ada yang tahu. Suka suka Tuhan sesuai kehendakNya.

Itu juga yang membuat saya jadi sadar, bahwa apapun dalam hidup ini, semuanya tergantung pada kehendak Tuhan. Finalnya, bergantung pada Tuhan. Bukan bertumpu pada seperangkat syarat ini itu yang dilakukan manusia. Semua teori semua analisis semua usaha yang dilakukan, hanya sekedar pengantar yang bersifat majazi. Bukan syarat mutlak. Hasil akhirnya, tetap mutlak di tangan Tuhan. Itulah arti dari, bahwa hanya pada Tuhanlah manusia bisa bergantung. Apapun, tak ada yang bisa dijadikan sebagai sandaran dan kepastian.  Semuanya itu hanya bersifat pengantar. Karena acc terkahirnya, tetap tergantung pada Tuhan.

Karena itulah tak ada yang bisa saya banggakan apalagi sombongkan pada diri saya sendiri. Karena faktanya, diri saya tak punya kekuasaan apapun terhadap diri saya sendiri. Saya hanya debu hina yang keberadaan dan nasibnya hanya bergantung pada Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ciri-ciri Orang yang Menipu Tuhan

Tidak semua orang yang rajin beribadah itu adalah orang yang beriman pada Tuhan. Umumnya mereka adalah orang yang menipu Allah. Mereka melakukan semua itu hanya untuk bersiul dan membanggakan diri. Mereka menggunakan ibadah itu sebagai perhiasan dirinya di hadapan orang lain. Sedang hatinya, buta dan tuli terhadap Allah. Termasuk tidak semua yang berbicara tentang Tuhan dan agama Allah itu adalah orang yang beriman pada Tuhannya. Umumnya mereka juga menggunakan hal itu sebagai hiasan dirinya dihadapan orang lain. Mereka gunakan itu untuk saling berbantah-bantah. Atau untuk saling bermegah-megah diri dengan sedikit ilmu yang mereka dapatkan. Mereka yang demikian adalah orang-orang yang berdusta. Mereka sibuk mengejar kemegahan dunia dengan menjual agama Allah. Tidak ada yang bersamayam di hati mereka kecuali hanya mabuk mengejar kemegahan duniawinya. Atau untuk memuaskan selera hawa nafsunya. Begitu juga dengan mereka yang melarikan diri pada Allah karena tak tahan menerima kepe...

Mesin Produksi dan Cara Kerja Riya (Gila Pamer) dalam Diri Kita

Jika hati kita memang condong pada pencitraan diri, maka basa basi, kepura-puraan, kemunafikan dan sejenisnya akan otomatis menjadi pakaian kepribadian kita. Mau dipoles, dibelokkan dan ditutup dengan cara apapun, isinya akan tetap sama. Tak kan beranjak dari dusta. Dan itu termasuk salah satu jenis penyakit hati, yaitu ambisi untuk bermegah-megah diri dan riya atau gila pamer.

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...