Langsung ke konten utama

Cara Selamat dari Neraka Kritik dan Kebencian

 

Ini adalah salah satu neraka bathin yang sering menjebak kita:  Kritik dan kebencian. Baik jika itu kita lakukan secara lisan maupun hanya kita gumamkan dalam hati. Berawal dari kebiasaan menilai-nilai segala sesuatu, lalu akhirnya kita jadi tidak setuju, sedih, kecewa, mengeluh, bahkan ujungnya menjadi benci terhadapnya.

Apapun alasan kita, dan atas nama apapun, hasrat dan kebiasaan mengkriktik dan kebencian itu akan tetap menyiksa kita secara tersembunyi.  Bila itu tak disadari, itu akan menjadi bara api yang terus menyala dalam diri kita. Sedikit demi sedikit akhirnya akan terus berkobar membakar diri kita tanpa kita sadari.

Maka beruntunglah siapa yang pada dirinya tak dihinggapi kebiasaan seperti itu. Tapi umumnya kita, terjebak oleh kebiasaan seperti itu, terlepas kadarnya berapa. Contohnya saya.

Satu-satunya yang bisa menyelamatkan kita dari kebiasaan seperti itu adalah, dengan menyadari, bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini, baik terhadap diri kita maupun orang lain, atau situasi apapun, tak ada yang lepas dari izin dan kehendak Tuhan. Menilai, mengomeli apalagi membencinya, sama artinya dengan kita tidak setuju dengan kehendak dan perbuatan Tuhan. Sedang segala kehendak dan perbuatan Tuhan itu, Maha Sempurna. Dimata kita saja semua itu tampak cacat disana sini. Karena kita tidak tahu, rahasia apa yang disembunyikan Tuhan dibalik semua itu. Seringkali itu baru kita sadari, setelah kritik dan celaan kita berlalu sekian lama lalu berhasil mengambil hikmah dari peristiwa itu.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah:216)

Karena itu secara hakikatnya, tak ada pilihan bagi kita selain hanya rela atas apapun yang terjadi. Berbaik sangka terhadap apapun yang diberikan Tuhan. Ridho dengan segala kehendak dan perbuatan Tuhan. Baik terhadap diri kita, terhadap orang lain, ataupun sebuah kondisi dan peristiwa apapun. Semuanya adalah tarian takdir Tuhan yang Maha Sempurna. Menjadi tampak cacat, buruk dan menjengkelkan karena kita melihatnya dengan hawa nafsu. Kita menilainya berdasarkan selera atau keinginan kita sendiri.

Intinya sumber masalahnya adalah pada hawa nafsu kita sendiri. Dia akan selalu menarik-narik kita, menjebak kita dan akhirnya menjerumuskan kita tanpa kita sadari. Bagi hawa nafsu, apapun sah, boleh bahkan harus, asal jangan menuju pada Tuhan. Karena itu selagi hawa nafsu kita menyala, maka kita tak kan bisa sampai pada level rela atau ridho dengan segala kehendak Tuhan. Itulah ujian terberat dalam perjalanan menuju Tuhan. Dan itu pula sebabnya rasa ridho pada Tuhan itu adalah maqam tertinggi di jalan iman. Dan sekaligus mereka yang sudah sampai pada maqam itu juga yang paling disukai dan diberi pahala tertinggi oleh Tuhan.

Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.(HR. Ibnu Majah No. 4031)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Arti Dibalik Isteri Selalu Ketus, Kasar, Marah-marah dan Tak Peduli Perasaan Suami

Bila isteri wataknya sudah berubah menjadi temperamen, sering marah-marah pada kita dan siapapun, mau ada sebab yang jelas atau tidak, ekspresi mukanya tak lagi sejuk pada kita, mulutnya sering ketus, kasar tanpa pernah lembut atau sentuhan perasaan lagi, maka sadarilah, itu tandanya masa expire   hatinya untuk kita sudah tiba.   Mau dia kita nasehati, kita sindir, kita ngambeg, kita diam, apalagi kita marahi, pengaruhnya tak kan ada. Jangankan dia akan menangis, yang terjadi malah dia akan berbalik menerkam kita. Termasuk jika dia kita ancam dengan perceraian pun, air mata cemas dan sedihnya juga tak kan keluar. Paling tinggi yang keluar hanya air mata buayanya. Singkatnya apapun usaha yang kita lakukan, akan percuma. Nasib kita sama dengan meninju tembok. Semakin kita bernafsu untuk memukulnya, maka kita yang akan semakin terluka dan bernanah. Atau seperti Punguk merindukan Bulan. Mau menghiba-hiba hingga menangis darah pun, dia tetap tak kan peduli apalagi berubah. ...