Ini adalah
salah satu neraka bathin yang sering menjebak kita: Kritik dan kebencian. Baik jika itu kita
lakukan secara lisan maupun hanya kita gumamkan dalam hati. Berawal dari kebiasaan
menilai-nilai segala sesuatu, lalu akhirnya kita jadi tidak setuju, sedih,
kecewa, mengeluh, bahkan ujungnya menjadi benci terhadapnya.
Apapun
alasan kita, dan atas nama apapun, hasrat dan kebiasaan mengkriktik dan
kebencian itu akan tetap menyiksa kita secara tersembunyi. Bila itu tak disadari, itu akan menjadi bara
api yang terus menyala dalam diri kita. Sedikit demi sedikit akhirnya akan
terus berkobar membakar diri kita tanpa kita sadari.
Maka
beruntunglah siapa yang pada dirinya tak dihinggapi kebiasaan seperti itu. Tapi
umumnya kita, terjebak oleh kebiasaan seperti itu, terlepas kadarnya berapa. Contohnya
saya.
Satu-satunya yang bisa menyelamatkan kita dari kebiasaan seperti itu adalah,
dengan menyadari, bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini, baik terhadap diri
kita maupun orang lain, atau situasi apapun, tak ada yang lepas dari izin dan
kehendak Tuhan. Menilai, mengomeli apalagi membencinya, sama artinya dengan
kita tidak setuju dengan kehendak dan perbuatan Tuhan. Sedang segala kehendak
dan perbuatan Tuhan itu, Maha Sempurna. Dimata kita saja semua itu tampak cacat
disana sini. Karena kita tidak tahu, rahasia apa yang disembunyikan Tuhan
dibalik semua itu. Seringkali itu baru kita sadari, setelah kritik dan celaan
kita berlalu sekian lama lalu berhasil mengambil hikmah dari peristiwa itu.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah:216)
Karena itu
secara hakikatnya, tak ada pilihan bagi kita selain hanya rela atas apapun yang
terjadi. Berbaik sangka terhadap apapun yang diberikan Tuhan. Ridho dengan
segala kehendak dan perbuatan Tuhan. Baik terhadap diri kita, terhadap orang
lain, ataupun sebuah kondisi dan peristiwa apapun. Semuanya adalah tarian
takdir Tuhan yang Maha Sempurna. Menjadi tampak cacat, buruk dan menjengkelkan karena
kita melihatnya dengan hawa nafsu. Kita menilainya berdasarkan selera atau keinginan
kita sendiri.
Intinya
sumber masalahnya adalah pada hawa nafsu kita sendiri. Dia akan selalu menarik-narik kita,
menjebak kita dan akhirnya menjerumuskan kita tanpa kita sadari. Bagi hawa
nafsu, apapun sah, boleh bahkan harus, asal jangan menuju pada Tuhan. Karena
itu selagi hawa nafsu kita menyala, maka kita tak kan bisa sampai pada level
rela atau ridho dengan segala kehendak Tuhan. Itulah ujian terberat dalam perjalanan
menuju Tuhan. Dan itu pula sebabnya rasa ridho pada Tuhan itu adalah maqam
tertinggi di jalan iman. Dan sekaligus mereka yang sudah sampai pada maqam itu
juga yang paling disukai dan diberi pahala tertinggi oleh Tuhan.
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah No. 4031)
Komentar
Posting Komentar