Langsung ke konten utama

Dibalik Kemiskinan Kita yang Menjerit-jerit

Saat kita dihajar kesusahan secara finansial, sudah berbagai cara dan usaha yang dilakukan tapi tetap nyaris tak ada hasilnya, maka sadarilah. Itu adalah cara Tuhan mendidik kita tanpa kita sadari. Tuhan sedang memutus rantai harapan kita pada selain DiriNya. Ibaratnya Tuhan sedang membisikan: “Berhentilah hatimu berharap pada mahkluk. Stop berharap pada situasi, orang lain, dirimu sendiri dan apapun. Alihkan hanya berharap padaKu saja. Karena Akulah yang memberikan rezeki untuk siapapun yang Aku kehendaki dengan berbagai cara dan lewat pintu manapun”.

Selain itu,
Tuhan juga sedang menghancurkan ego kita. Sedang membakar harga diri kita. Sedang merontokkan sikap keras kepala kita selama ini yang kita elu-elukan dalam hati, bahwa kita mampu, bahwa kita hebat, bahwa kita pantang dikalahkan dan seterusnya.

Sampai kapan itu akan terus berlangsung?
Sampai semua itu rontok dalam diri kita. Sampai hati kita menyerah dan menundukkan diri pada Tuhan. Sampai kita mengakui dengan tulus, ternyata kita memang tak berdaya dan tak punya kekuatan apapun jika Tuhan tak memberikannya untuk kita.

Selagi semua itu masih menyala dalam hati kita, maka semua jalan akan tetutup untuk kita. Hidup kita akan dikurung Tuhan dalam kegelapan. Tapi jika semua itu sudah padam dalam diri kita, maka baru Tuhan akan membukakan jalan dan terang untuk kita. Dan itu sangat mudah bagi Tuhan jika kita sudah benar-benar percaya padaNya.

Intinya jangan lupa,
Ini bukan soal tindakan dan perbuatan zahir kita. Tapi adalah soal hati kita. Soal itikad bathin kita. Apa sesungguhnya yang diam-diam kita percaya. Iman di hati kita tertujunya pada apa. Hanya pada orang, diri sendiri, trik, sistem, hukum sebab akibat zahir, atau pada kekuasaan Tuhan dibalik semua itu sebagai Pemilik Tunggal Kerajaan Langit dan Bumi? Itu yang ingin dilihat Tuhan dalam diri kita. Dan untuk melihat respon bathin kita tentang itulah Tuhan merajam kita dengan berbagai cara sebagai pancingannya.  Dan kemelaratan finansial adalah salah satu diantara begitu banyak cambuk tersembunyi dari Tuhan untuk melihat respon hati kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Bahaya Ingin Cepat Makrifat: Masuk Perangkap Setan!

Makrifat maksudnya tentu saja makrifatullah. Mengenal Allah. Mengenal maksudnya bukan hanya tahu secara teori (ilmul yaqin). Tapi memang sudah merasakan kehadiran (hudur) Tuhan dalam hati. Sudah menjadi pengalaman yang menyelimuti diri (haqqul yakin). Yang pertama itu disebut sebagai teori tentang makrifat. Sedang yang kedua adalah pengalaman makrifat. Kalau hanya sekedar makrifat secara teori, itu baru sekedar informasi biasa. Ibaratnya persis seperti kita berpikir, bercerita dan membayangkan tentang sentrum arus listrik. Tapi kita sendiri belum pernah kena sentrumnya. Tapi jika makrifat itu sudah menjadi pengalaman, ibaratnya sama dengan orang yang sudah kena sentrum langsung oleh arus listrik. Sekujur tubuhnya akan geger. Mukanya pucat, jantungnya berguncang hebat dan kesadarannya akan remuk dalam seketika. Dia mendadak jadi blank. Hilang kesadaran. Menjadi fana dalam sekejap. Setelah siuman dan sadar, dia akan jadi melongo. Terdiam sambil geleng-geleng: “Benar benar mengerika...