Suara hati adalah bisikan kebenaran dari Tuhan. Ciri-cirinya
adalah, inspirasi, ide atau hasrat yang dirasakan itu mengarah pada kebaikan. Hawanya
sejuk dan teduh. Tidak tergesa-gesa dan juga tidak rakus. Intinya takarannya
pas dan sekaligus menyelamatkan.
Kemudian jika hawa nafsu, itu datang dari diri kita sendiri.
Keinginan kita sendiri terhadap apapun. Bisa berupa kebaikan dan bisa juga sebaliknya
yaitu keburukan. Bedanya dengan suara hati, hawa nafsu ingin
melebih-lebihkannya melampaui batas. Ada ambisi yang meluap-luap terhadapnya. Hawanya
panas, terasa mendesak dan grasak-grusuk.
Sedang bisikan Setan, adalah tipu daya yang datang dari luar
diri kita sendiri tanpa kita sadari. Cirinya adalah, menimbulkan keraguan di
hati kita. Ada rasa was was. Ada konflik bathin antara ingin mengikuti suara
hati dengan mengikuti hawa nafsu. Lalu menyusupkan pembenaran bahwa apa yang
dinginkan hawa nafsu itu adalah benar. Sedang yang datang dari suara hati itu keliru.
Artinya menjebak kita untuk terpeleset dari kebenaran.
Contoh:
Misalnya ketika terdengar suara adzan, spontan terbesit niat di hati kita untuk
langsung melakukan Sholat. Maka niat itu datang dari suara hati, alias akibat panggilan
langsung dari Tuhan yang hadir di hati kita. Tapi disisi lain secara bersamaan kita
juga mendengar ada suara yang mengetuk pintu rumah kita. “Ah biar sajalah. Saya
ingin melayani panggilan Tuhan dulu daripada melayani permintaan manusia. Saya
ingin agar diri ini lebih baik dimata Tuhan daripada dimata manusia”.
Maka yang bergumam di hati kita seperti itu adalah hawa nafsu. Kita begitu berambisi
untuk bergegas melakukan sholat sambil disisi lain sengaja mengabaikan suara
pintu yang diketuk.
Apalagi jika diringi oleh rasa kesal ketika mendengar suara
ketukan pintu tersebut, maka itu kentara sekali yang meresponnya adalah hawa
nafsu kita. Diri kita kecewa karena peristiwa itu tidak sesuai dengan harapan
atau selera kita. Maunya kita tidak ada gangguan apapun yang terjadi ketika
kita akan Sholat. Tapi faktanya ada saja yang dirasa mengganggu. Nah harapan
atau selera kita itu adalah kata lain dari hawa nafsu.
Lalu sambil berjalan ke kamar mandi, dalam hati kita juga
berbisik: “Sholat lebih utama dari melayani tamu. Masa iya mendahulukan manusia
lebih utama dari Tuhan. Gak lah. Tuhan dong yang lebih utama.”
Nah monolog bathin seperti itu adalah bisikan dari Setan. Dia membujuk kita
untuk melakukan pembenaran terhadap selera hawa nafsu kita sebelumnya. Dia
berikan argumentasi atau dalil pembenarannya agar kita jadi yakin dengan selera
kita. Itulah yang dimaksud dengan tipu daya Setan. Kita dibuatnya merasa benar terhadap
sikap, tindakan dan cara berpikir kita yang keliru apalagi salah dalam kondisi
seperti itu.
Lalu saat melakukan Sholat pun, kita jadi sulit bahkan bisa tidak
khusuk sama sekali. Kita jadi sibuk memikirkan, menilai dan mengecam si
pengetuk pintu tersebut saat melakukan Sholat.
Akan berbeda suasana hati kita jika kita mau bermurah hati dulu untuk membuka pintunya. Lalu mempersilahkan tamunya untuk duduk kemudian minta maklum untuk melakukan Sholat terlebih dulu.
Jadi ketika hawa nafsu sudah masuk, sikap dan tindakan kita akan
jadi ekstrem atau berlebihan. Apalagi bila sudah disusupi oleh bisikan Setan,
maka kita jadi mendapatkan validasi bahwa sikap dan tindakan kita itu adalah
benar. Padahal kita sudah tertipu tanpa kita sadari.
Begitulah halusnya bujuk rayu keduanya. Sepasang musuh tersembunyi
yang selalu ingkar dan ingin membungkam suara hati. Hawa nafsu adalah
pencetusnya dan bisikan Setan adalah bahan bakar yang membuat api keburukan jadi
menyala pada diri kita.
"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Yusuf : 53)
Komentar
Posting Komentar