Langsung ke konten utama

Rahasia Tersembunyi Dibalik Persahabatan dan Permusuhan Kita dengan Siapapun

Bila Tuhan memang berkehendak mempertemukan hati kita dengan seseorang, baik dengan suami, dengan isteri, dengan anak, dengan orang tua, dengan saudara, dengan tetangga, dengan teman, atau dengan siapapun, maka akan ada saja pemicu yang akan membuat hubungan kita dengan mereka jadi cair tanpa kita sangka-sangka. Tanpa kita harus bersusah payah mencari-cari momen, memaksakan diri dan seterusnya agar itu bisa terjadi. Semua akan jadi lancar dan mulus begitu saja dengan sendirinya.

Begitu juga sebaliknya.
Jika Tuhan memang berkehendak memisahkan hati kita dengan seseorang, maka juga akan selalu saja ada pemicu tak terduga yang akan membuat itu terjadi. Misalnya kita jadi tak tertarik lagi, mendadak benci dan sakit hati, atau mungkin jadi iri, dengki dan dendam terhadap orang tersebut. Siapapun mereka. Atau jika penyebabnya bukan datang dari diri kita, maka juga akan muncul saja perlakuan yang sama pada orang tersebut terhadap diri kita.

Intinya hubungan kita dengan orang tersebut, akhirnya akan berubah jadi renggang, dingin, bahkan jadi saling benci dan musuhan dengan sendirinya. Bagaimana pun kita berusaha untuk memperbaikinya, tetap saja akhirnya tidak bisa.  Ada saja sebab-sebab yang akan menghalanginya. Kalau pun sempat membaik, tapi itu hanya berlangsung sesaat lalu akhirnya kembali lagi seperti sebelumnya.

Itu artinya,
Kita sebagai manusia, sesungguhnya tak punya daya dan kekuatan apapun terhadap diri kita sendiri. Apalagi terhadap orang lain. Tuhanlah yang mengatur segalanya tanpa kita sadari. Segala sikap, tindakan dan dinamika perasaan kita sendiri, adalah akibat dari kendali Tuhan dari balik layar. Bukan terjadi secara otonom atas kemauan kita sendiri dan siapapun tanpa campur tangan Tuhan.

Karena itulah apapun yang terjadi pada diri kita dalam hal hubungan kita dengan siapapun, tak ada yang bisa kita banggakan apalagi kita sombongkan jika semua berjalan mulus dan lancar. Termasuk sebaliknya  juga tak ada yang perlu kita sedihkan jika hubungan kita lagi memburuk dengan siapapun. Karena toh semuanya juga bukan atas kendali penuh kita sebagai hamba Tuhan. Dialah Dzat yang Maha Kuasa dan yang Maha Mengatur atas semua itu.

Yang bisa dan paling tepat kita lakukan adalah, berserah diri pada Tuhan. Rela pasrah atas segala tarian kehendakNya terhadap diri kita. Lalu bersikap tawadhu pada Tuhan. Di hadapanNya, kita tak bisa lari kemana-mana. Apapun yang terjadi dengan diri kita dan siapapun, pada hakikatnya hanya bergantung pada kehendakNya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Bahaya Ingin Cepat Makrifat: Masuk Perangkap Setan!

Makrifat maksudnya tentu saja makrifatullah. Mengenal Allah. Mengenal maksudnya bukan hanya tahu secara teori (ilmul yaqin). Tapi memang sudah merasakan kehadiran (hudur) Tuhan dalam hati. Sudah menjadi pengalaman yang menyelimuti diri (haqqul yakin). Yang pertama itu disebut sebagai teori tentang makrifat. Sedang yang kedua adalah pengalaman makrifat. Kalau hanya sekedar makrifat secara teori, itu baru sekedar informasi biasa. Ibaratnya persis seperti kita berpikir, bercerita dan membayangkan tentang sentrum arus listrik. Tapi kita sendiri belum pernah kena sentrumnya. Tapi jika makrifat itu sudah menjadi pengalaman, ibaratnya sama dengan orang yang sudah kena sentrum langsung oleh arus listrik. Sekujur tubuhnya akan geger. Mukanya pucat, jantungnya berguncang hebat dan kesadarannya akan remuk dalam seketika. Dia mendadak jadi blank. Hilang kesadaran. Menjadi fana dalam sekejap. Setelah siuman dan sadar, dia akan jadi melongo. Terdiam sambil geleng-geleng: “Benar benar mengerika...