Langsung ke konten utama

Kupas Lugas Sejarah, Arti dan Rincian Lengkap Sifat 20 Tuhan

Sifat 20 maksudnya adalah 20 intisari beragam sifat Tuhan yang  terdapat dalam Al-Quran (khususnya asmaul husna) dan Hadits. Kumpulan sifat wajib atau sifat yang tidak mungkin tidak ada pada Tuhan. Itu bukan berarti bahwa sifat Tuhan hanya 20.  Tuhan sebagai Dzat yang tak terbatas tentu sifat-sifatNya juga tak terbatas, dimana itu hanya Tuhan sendiri yang tahu. Sifat 20 itu hanya sebagai ringkasan pokok-pokok sifat-sifat Tuhan agar mudah dipahami manusia untuk memurnikan akidah Islamiah atau tauhid keislamannya.

Jadi rumusan sifat 20 itu adalah hasil olah pikir atau ijtihad para ulama. Bukan nash langsung secara harfiah yang terdapat dalam Al Quran dan Hadits. Ulama yang dimaksud adalah para ulama Ahlussunnah wal jama’ah 3 abad setelah Nabi Muhammad meninggal, yaitu di zaman kejayaan dinasti Abbasiyah. Kajian tentang itu dimulai dari Imam Hasan Al-Asyari, Imam Maturidi, Imam Baqillani sampai Imam Haramain. Namun yang merumuskannya secara terstrukur dan sistematis 5 abad kemudian adalah Imam Sanusi Al-Hasani pada abad ke-8 hijriah (abad-15 M) dalam manuskripnya Umn Al-Barahain.

Kajian itu mereka lakukan sebagai reaksi terhadap muncul dan maraknya beragam paham akidah Islam saat itu yang menurut mereka banyak menyimpang. Misalnya paham akidah yang bertumpu pada penalaran secara berlebihan seperti Qadariyah dan Muktazillah, atau paham akidah yang fatalistik seperti Jabariyah. Begitu juga terhadap paham akidah Murji’ah dan Khawarij. Jadi timbul keinginan mereka untuk memurnikan akidah Islam sesuai Al Quran dan Sunnah Nabi. Penalaran akal harus merujuk pada kedua sumber tersebut. Akal tidak boleh jalan sendiri, apalagi berlawanan dengan apa yang dimaksud dalam Al Quran dan Hadits. Itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan mazhab Asy’ariah. Atau akidah Asy’ariah-Maturidiah, yaitu paham kalam atau Teologi Islam yang menganut 20 sifat Tuhan.

20 sifat Tuhan itu mereka kelompokkan dengan 4 klasifikasi, yaitu sifat Nafsiyah, sifat Salbiyah, sifat Ma’ani dan sifat Ma’nawiyah.

Sifat nafsiyah maksudnya adalah sifat multak yang melekat pada Dzat Tuhan itu sendiri. Sifat yang menjadi dasar keberadaan Tuhan. Tanpa sifat ini maka Tuhan menjadi tidak ada. Karena itu sifat nafsiyah ini hanya satu, yaitu Wujud, yang artinya yang punya wujud mutlak hanya Tuhan. Selain Tuhan hakikatnya tidak punya wujud.  Adanya Alam dengan segala isinya termasuk manusia, hanya karena diadakan oleh Tuhan. Karena diciptakan oleh Tuhan. Bukan menjadi ada karena dirinya sendiri. Itu bedanya dengan adanya Tuhan. Tuhan telah ada dengan sendirinya sejak azalinya. Tanpa ada sebab apapun dibelakangnya yang menjadi penyebab keberadaan DiriNya.

Selanjutnya sifat Salbiyah adalah, sifat sifat yang tidak mungkin tidak dimiliki oleh Tuhan sebagai Dzat yang Maha Sempurna. Sifat ini lawan atau kebalikan dari sifat-sifat yang ada pada makhluk ciptaanNya. Misalnya adanya alam dan manusia, ada permulaannya. Dan sekaligus juga ada akhirnya. Karena alam akhirnya akan hancur dan manusia akhirnya juga akan mati. Maka sifat Tuhan justru kebalikannya. Tidak ada permulaan dan tidak ada akhirnya. Karena tidak ada yang menciptakanNya dan yang akan mengakhirinya. Justru Dialah yang menciptakan apapun dan mengakhiri apapun. Sedang Dia, tidak akan ada akhirnya. Kasarnya tidak akan pernah mati. Dialah yang awal dan sekaligus Dialah yang akhir.  Sifat ini ada 5:

1. Qidam (Terdahulu)
2. Baqa (Kekal)
3. Mukhalafatu lil hawaditsi (Berbeda dari mahkluk)
4. Qiyamuhu binafsihi (Berdiri sendiri)
5. Wahdaniyah (Esa)

Kemudian sifat ma’ani adalah, sederhananya adalah potensi Mutlak yang ada pada Diri Tuhan. Dengan potensi itulah Tuhan berbuat dan menghasilkan wujud perbuatanNya. Perumpamaannya, sama dengan energi gelombang dengan cahaya. Energi gelombang itulah yang menghasilkan cahaya. Tanpa adanya energi gelombang tersebut tidak akan ada yang namanya cahaya. Energi gelombang itu belum ada barangnya. Masih abstrak. Masih tersembunyi. Sedang cahaya itu sudah tampak barangnya. Sudah ada wujud nyatanya.

Nah ibaratnya energi gelombang itulah yang disebut dengan sifat ma’ani Tuhan. Sedang cahaya itu adalah sifat ma’nawiyah Tuhan. Artinya sifat ma’ani Tuhan menghasilkan sifat ma’nawiyah Tuhan. Jadi sifat ma'ani ini juga bersifat abstrak. Belum ada wujudnya secara zahir seperti sifat wujud pada nafsiyah. Hanya menunjukkan daya potensial yang melekat pada Diri Tuhan. Dan baru menjadi aktual atau manifest, setelah semua sifat itu diwujudkan oleh Tuhan.

Contoh penerapannya:

Salah satu sifat ma’ani Tuhan adalah Iradat atau Kehendak. Lalu manusia juga punya kehendak. Maka kehendak yang ada pada diri manusia itu adalah, akibat dari pancaran Kehendak Tuhan. Begitu juga kehendak yang ada pada makhluk apapun yang ada di Alam Raya. Semuanya bersumber dari Kehendak Tuhan.

Jadi ketika Kehendak itu belum mewujud, atau masih tersembunyi dalam Diri Tuhan, dia disebut sebagai sifat ma’ani Tuhan. Tapi ketika Kehendak itu sudah diwujudkan Tuhan dalam perbuatanNya, yang tersebar pada makhlukNya,  maka itu disebut sebagai sifat ma’nawiyah Tuhan. Lalu karena semua kehendak yang tersebar itu bersumber pada Tuhan, maka disebutlah Tuhan sebagai Maha Berkehendak. Karena Tuhanlah yang mengawali semua kehendak itu dan Tuhan juga yang mengakhirinya. Artinya Tuhanlah penentu Mutlaknya.

Sifat ma’ani tersebut ada 7:

1. Qudrat (Berkuasa)
2. Iradat (Kehendak)
3. Ilmu (Mengetahui)
4. Hayat (Hidup)
5. Sama’ (Melihat)
6. Basyar (Mendengar)
7. Kalam (Berkata/Berfirman)

Terakhir sifat ma’aniyah. Maksudnya sudah terjelaskan secara tidak langsung pada sifat ma’ani sebelumnya. Sifat ini juga ada 7:

1. Qadiran (Maha Kuasa)
2. Muridan (Maha Berkehendak)
3. Aliman (Maha Mengetahui)
4. Hayyan (Maha Menghidupi)
5. Sami’an (Maha Mendengar)
6. Basyiran (Maha Melihat)
7. Mutakallimun (Maha Berkata/Maha Berfirman)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Arti Dibalik Isteri Selalu Ketus, Kasar, Marah-marah dan Tak Peduli Perasaan Suami

Bila isteri wataknya sudah berubah menjadi temperamen, sering marah-marah pada kita dan siapapun, mau ada sebab yang jelas atau tidak, ekspresi mukanya tak lagi sejuk pada kita, mulutnya sering ketus, kasar tanpa pernah lembut atau sentuhan perasaan lagi, maka sadarilah, itu tandanya masa expire   hatinya untuk kita sudah tiba.   Mau dia kita nasehati, kita sindir, kita ngambeg, kita diam, apalagi kita marahi, pengaruhnya tak kan ada. Jangankan dia akan menangis, yang terjadi malah dia akan berbalik menerkam kita. Termasuk jika dia kita ancam dengan perceraian pun, air mata cemas dan sedihnya juga tak kan keluar. Paling tinggi yang keluar hanya air mata buayanya. Singkatnya apapun usaha yang kita lakukan, akan percuma. Nasib kita sama dengan meninju tembok. Semakin kita bernafsu untuk memukulnya, maka kita yang akan semakin terluka dan bernanah. Atau seperti Punguk merindukan Bulan. Mau menghiba-hiba hingga menangis darah pun, dia tetap tak kan peduli apalagi berubah. ...