Langsung ke konten utama

Sebab Kematian Bukan Kemalangan

Ketika seseorang meinggal, itu hakikinya bukan sebuah kemalangan. Justru itu tanda bahwa penderitaannya sebagai orang hidup sudah berakhir. Tanggung jawab dan bebannya sebagai orang hidup dengan segala lika-likunya sudah berhenti. Karena hidup sesungguhnya adalah arena untuk mengemban peran. Tapi begitu dia meninggal, maka peran itu berakhir sudah.

Selanjutnya arwah atau jiwanya akan kembali menghadap pada  Penciptanya, untuk menerima hasilnya. Apakah rapornya selama hidupnya di dunia bagus atau justru buruk. Kemudian menerima hadiah atau hukuman atas semua itu dari Tuhannya.

Kematian dianggap sebagai kemalangan, justru karena hidup dihayati tanpa adanya Pencipta. Atau tak disadari akan adanya Pencipta. Hidup dipahami tanpa adanya hari akhir atau hari pembalasan dari Tuhan. Akibatnya kematian dianggap sebagai sebuah kerugian bagi orang tersebut. Rugi karena dia tak bisa lagi menikmati hidup.

Padahal tanpa disadari, hidup itu hakikinya justru sebuah belenggu. Belenggu jiwa yang dikurung oleh jasad. Karena sejatinya jiwa atau roh yang ada dalam diri seseorang, berasal dari Tuhannya. Perpisahannya dengan Tuhannya, membuat roh itu menjadi terasing dari asalnya. Dibungkam oleh nafsu-nafsu yang melekat pada dirinya selama ia hidup. Maka begitu dia mati, sesungguhnya itu adalah pertemuan kembali bagi roh tersebut untuk bertemu dengan Tuhannya. Justru itu momen kegembiraan yang dintunggu-tunggu bagi roh. Yang kecewa, justru hawa nafsu.

Dengan kata lain,
Kematian dinilai sebagai kerugian atau sebuah kemalangan, ketika peristiwa itu dinilai oleh hawa nafsu. Bukan oleh hati yang telah beriman pada Penciptanya.

Dengan kata lain,
Kematian dinilai sebagai kerugian atau sebuah kemalangan, ketika peristiwa itu dinilai oleh hawa nafsu. Bukan oleh hati yang telah beriman pada Penciptanya. Bagi hati yang telah beriman, apalagi yang sudah sampai pada level cinta illahiah, justru kematian itu gerbang pertemuan yang ditunggu-tunggu untuk bertemu dengan Sang Kekasih (Tuhan).

“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim no. 2392).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ciri-ciri Orang yang Menipu Tuhan

Tidak semua orang yang rajin beribadah itu adalah orang yang beriman pada Tuhan. Umumnya mereka adalah orang yang menipu Allah. Mereka melakukan semua itu hanya untuk bersiul dan membanggakan diri. Mereka menggunakan ibadah itu sebagai perhiasan dirinya di hadapan orang lain. Sedang hatinya, buta dan tuli terhadap Allah. Termasuk tidak semua yang berbicara tentang Tuhan dan agama Allah itu adalah orang yang beriman pada Tuhannya. Umumnya mereka juga menggunakan hal itu sebagai hiasan dirinya dihadapan orang lain. Mereka gunakan itu untuk saling berbantah-bantah. Atau untuk saling bermegah-megah diri dengan sedikit ilmu yang mereka dapatkan. Mereka yang demikian adalah orang-orang yang berdusta. Mereka sibuk mengejar kemegahan dunia dengan menjual agama Allah. Tidak ada yang bersamayam di hati mereka kecuali hanya mabuk mengejar kemegahan duniawinya. Atau untuk memuaskan selera hawa nafsunya. Begitu juga dengan mereka yang melarikan diri pada Allah karena tak tahan menerima kepe...

Mesin Produksi dan Cara Kerja Riya (Gila Pamer) dalam Diri Kita

Jika hati kita memang condong pada pencitraan diri, maka basa basi, kepura-puraan, kemunafikan dan sejenisnya akan otomatis menjadi pakaian kepribadian kita. Mau dipoles, dibelokkan dan ditutup dengan cara apapun, isinya akan tetap sama. Tak kan beranjak dari dusta. Dan itu termasuk salah satu jenis penyakit hati, yaitu ambisi untuk bermegah-megah diri dan riya atau gila pamer.

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...