Langsung ke konten utama

Berhentilah Memikirkan Wujud Tuhan yang Sebenarnya

Bersikeras untuk memahami seperti apa wujud Tuhan itu sesungguhnya, hanya akan merusak diri kita sendiri dan sekaligus menghilangkan getaran spiritual yang sudah berdenyut di hati kita. Akan berganti dengan hanya aktivtas olah raga otak. Episentrumnya hanya akan bekerja di wilayah kepala. Bukan lagi di wilayah dada atau di hati. Tuhan hanya akan menjadi kinerja memori. Bukan lagi sebagai kehadiran yang merasuk di hati.

Lebih baik berpuas diri dulu dengan apa yang kita pahami tentang Tuhan secara spontan selama ini. Sambil hati tetap tawakal penuh pada Tuhan dan sekaligus tawadhu dalam bersikap dan berbuat apapun dalam hidup kita. Karena memang itulah pemahaman yang dilhamkan Tuhan untuk diri kita saat ini. Maka kita syukuri saja itu dengan sepenuh hati. Nanti lama-lama berkat kesungguhan dan totalitas kita, Tuhan akan menarik kita ke pemahaman yang lebih tinggi tentang DiriNya.

Jangan lupa,
Siapapun, tak kan sanggup memahami seperti apa Tuhan itu sebenarnya. Karena Tuhan itu Dzat yang tak terbatas. Sedang manusia hanya mahkluk terbatas. Apa yang dipikirkan dan dibayangkan manusia tentang Tuhan, itu bukanlah Tuhan itu sendiri sebagaimana adanya DiriNya. Tapi hanya sekedar Tuhan menurut selera kita. Tuhan berdasarkan logika berpikir kita dan selera khayalan kita. Sama sekali tak ada hubungannya dengan Tuhan pada DiriNya sendiri. Karena Tuhan itu tidak pernah seperti mahkluk atau apapun yang dapat kita bayangkan.

Jika demikian berarti wujud Tuhan yang kita imani adalah wujud yang cacat atau salah? Ya tentu saja. Memang begitulah adanya manusia. Serba terbatas dan serba tak mampu. Lebih baik pengakuan ketakmampuan itu yang kita hujamkan terus menerus. Sambil kita memohon pada Tuhan, agar Dia mengilhamkan seperti apa DiriNya yang Dia sukai untuk kita pahami. Andaikata permohonan setiap kita dikabulkan Tuhan, maka gambaran tentang wujud Tuhan yang dianugerahi Tuhan untuk masing-masing kita itu juga belum tentu akan sama.

Karena itulah debat tentang wujud Tuhan itu tak ada gunanya. Hanya perang ludah yang sia-sia. Lebih baik kita alihkan fokus pada apapun yang bisa membuat iman kita pada Tuhan lebih terasa di hati. Mengolah sikap bathin dan latihan bertingkah laku yang lebih membuat kita semakin tawadhu dan tawakal pada Tuhan. Karena toh inti dari agama, juga bukan cakrawala intelektual kita tentang Tuhan. Tapi adalah sikap bathin kita yang berpasrah diri total atau ridho pada Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Bahaya Ingin Cepat Makrifat: Masuk Perangkap Setan!

Makrifat maksudnya tentu saja makrifatullah. Mengenal Allah. Mengenal maksudnya bukan hanya tahu secara teori (ilmul yaqin). Tapi memang sudah merasakan kehadiran (hudur) Tuhan dalam hati. Sudah menjadi pengalaman yang menyelimuti diri (haqqul yakin). Yang pertama itu disebut sebagai teori tentang makrifat. Sedang yang kedua adalah pengalaman makrifat. Kalau hanya sekedar makrifat secara teori, itu baru sekedar informasi biasa. Ibaratnya persis seperti kita berpikir, bercerita dan membayangkan tentang sentrum arus listrik. Tapi kita sendiri belum pernah kena sentrumnya. Tapi jika makrifat itu sudah menjadi pengalaman, ibaratnya sama dengan orang yang sudah kena sentrum langsung oleh arus listrik. Sekujur tubuhnya akan geger. Mukanya pucat, jantungnya berguncang hebat dan kesadarannya akan remuk dalam seketika. Dia mendadak jadi blank. Hilang kesadaran. Menjadi fana dalam sekejap. Setelah siuman dan sadar, dia akan jadi melongo. Terdiam sambil geleng-geleng: “Benar benar mengerika...