Bersikeras untuk memahami seperti apa wujud Tuhan itu
sesungguhnya, hanya akan merusak diri kita sendiri dan sekaligus menghilangkan
getaran spiritual yang sudah berdenyut di hati kita. Akan berganti dengan hanya
aktivtas olah raga otak. Episentrumnya hanya akan bekerja di wilayah kepala.
Bukan di hati.
Lebih baik berpuas diri dulu dengan apa yang kita pahami tentang Tuhan secara
spontan selama ini. Sambil hati tetap tawakal penuh pada Tuhan dan sekaligus
tawadhu dalam bersikap dan berbuat apapun dalam hidup kita. Karena memang
itulah yang dilhamkan Tuhan untuk diri kita saat ini. Maka kita syukuri saja itu
dengan sepenuh hati. Nanti lama-lama berkat kesungguhan dan totalitas kita, Tuhan
akan menarik kita ke pemahaman yang lebih tinggi tentang DiriNya.
Jangan lupa,
Siapapun, tak kan sanggup memahami seperti apa Tuhan itu sebenarnya. Karena
Tuhan itu Dzat yang tak terbatas. Sedang manusia hanya mahkluk terbatas. Apa
yang dipikirkan dan dibayangkan manusia tentang Tuhan, itu bukanlah Tuhan itu
sendiri sebagaimana adanya DiriNya. Tapi hanya sekedar Tuhan menurut selera
kita. Tuhan berdasarkan logika berpikir kita dan selera khayalan kita. Sama sekali
tak ada hubungannya dengan Tuhan pada DiriNya sendiri. Karena Tuhan itu tidak
pernah seperti mahkluk atau apapun yang dapat kita bayangkan.
Jika demikian berarti wujud Tuhan yang kita imani adalah
wujud yang cacat atau salah? Ya tentu saja. Memang begitulah adanya manusia.
Serba terbatas dan serba tak mampu. Lebih baik pengakuan ketakmampuan itu yang
kita hujamkan terus menerus. Sambil kita memohon pada Tuhan, agar Dia
mengilhamkan seperti apa DiriNya yang Dia sukai untuk kita pahami. Andaikata
permohonan setiap kita dikabulkan Tuhan, maka gambaran tentang wujud Tuhan yang
dianugerahi Tuhan untuk masing-masing kita itu juga belum tentu akan sama.
Karena itulah debat tentang wujud Tuhan itu tak ada gunanya. Hanya perang ludah
yang sia-sia. Lebih baik kita alihkan fokus pada apapun yang bisa membuat iman kita
pada Tuhan lebih terasa di hati. Mengolah sikap bathin dan latihan bertingkah
laku yang lebih membuat kita semakin tawadhu dan tawakal pada Tuhan. Karena toh
inti dari agama, juga bukan cakrawala intelektual kita tentang Tuhan. Tapi
adalah sikap bathin kita yang berpasrah diri total atau ridho pada Tuhan.
Komentar
Posting Komentar